IKHWANnul MUSLIMINnawalMUSLIMAT

Sabtu, 24 November 2012

REVOLUSI ISLAM


 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
 Oleh DABLO DOVER 

'Saat al Quran Dibacakan'

Agak canggung jika tidak memulai topik ini dengan kata Salam, walau pun cukup banyak yang berhasil menunggangi kata Salam tapi besar harapan agar kita tidak membenci orang seperti ini. Mereka hanya bukti pergeseran dinamik evolusi pemahaman, didapati melalui alur tradisi hingga menjadi kebiasaan publik. Mengucap Salam bukan anjuran dalam etika menurut kebudayaan saja, setiap ajaran agama apa pun namanya, yang dijadikan legitiminasi manusia sebagai akidah atau keyakinan juga memuat penegasan, penerapan pemakaian kata Salam, terlepas peletakan fungsinya.

Merujuk esensialitas ajaran agama pemakaian kata Salam baik, juga ditujukan untuk sesuatu yang baik. Kemudian mengingat di dalam esensialitas ajaran agama juga memuat batasan agar tidak mengutamakan sangka dalam menanggapi segala sesuatu (kata Salam), maka artikel ini ingin membeberkan sedikit penjelasan guna menetralisir segala prasangka yang sulit dihindari kedatangannya.

Sebagaimana hukum alam, evolusi itu riil, tidak ada kekuatan apapun yang dapat menahannya. Banyak contoh untuk membuktikan bahwa gerak pergeseran pada proses evolusi akan menghantarkan peristiwa pada awal mula kejadiannya. Seperti musim kemarau dan musim hujan, atau pergantian waktu, bisa dilihat dari alat penunjuk waktu (jam), setiap jarum jam bergerak dari angka awal menuju angka selanjutnya, kemudian kembali ke angka semula, begitu seterusnya.

Fungsi evolusi adalah memberangkatkan peristiwa menjauhi esensinya lalu mengembalikannya kepada esensi semula, itulah hukum alam. Tidak seorang manusia dapat mengatur skenario ini, kecuali Allah, Tuhan semesta alam. Agar lebih konsentris, coba kita teropong lewat kaca mata agama, sambil melihat apakah ajaran agama telah mengalami pergeseran. Akan lebih lentur jika melihatnya dari ruang lingkup Islam, karena mayoritas masyarakat disekeliling kita menganut Islam.

Bukan berarti membuat batasan dari teman-teman di Nasrani, Hindu, Buddah, atau agama Eleng sekalipun. Justru berharap besar pada yang di luar Islam agar dapat mengikuti, menjadikan ini formula yang relevan. Harapan bagi penganut Islam agar jangan suzhon, ini hanya upaya mengingatkan kita pada sesuatu yang riil.

Artikel ini tidak berlandaskan kajian yang tinggi, bukan maksud bertanding ilmu dengan para pemuka agama yang sudah tinggi jam terbangnya. Ilmu agama yang di pakai saat menulis artikel ini masih seujung kuku jika dibandingkan dengan mereka. Tapi ketika menulis ini sungguh dalam keadaan Islam, maka dengan kebenaran ini keberanian timbul untuk melihat, apakah Islam saat ini masih lekat dengan kualitas esensialitasnya? Masih bisakah dipertanggungjawabkan keasliannya?

Jawabannya “tidak”. Islam telah mengalami pergeseran, tidak bias. Tidak ini harus terjadi, tidak ada yang dapat mencegah sebagaimana evolusi. Proses ini jarang sekali diperhatikan dengan kesadaran kita, tidak pernah singgah diakal manusia secerdas apapun.

Manusiawi sekali jika peristiwa ini ditolak, sebab niat menggeser akidah Islam dipandang tidak pantas, ini menunjukan bahwa tak seorang manusia dapat mengeser akidah tersebut, apalagi manusia itu adalah penganut Islam. Artinya kesanggupan ini hanya milik Allah, seperti simpul kesepakatan kita selama ini, menyebutkan Tuhan Maha Kuasa.

Ketika seorang manusia tidak boleh melakukan hal itu, maka tak seorang manusia pula dapat mecegahnya, kalau pun ada manusia mencoba mencegahnya berarti ia mencoba melawan kekuasan Tuhan. Islam yang dibawa oleh Baginda Rasullullah Muhammad Bin Abdullah berdasarkan keimanan. Kata iman diangkat dari bahasa Arab artinya percaya. Segala sesuatu agar dapat di percaya adalah yang dapat disentuh oleh akal, dapat bergesekan langsung dengan panca indera. Setelah melewati fase itu barulah dapat dimasukan kedalam hati untuk diyakinkan menjadi sesuatu yang tidak khayal, karena sudah terbukti keberadaan (zat) nya.

Segala sesuatu yang masih dalam bentuk imajinasi tentu tidak berwujud, tidak memiliki bukti, adalah kebohongan. Islam tidak mengajak berkhayal, justru menekankan untuk mengikuti segala yang nyata, karena Islam menyembah Tuhan yang nyata. Tapi bagaimana membuktikan Allah ada?

Sejauh ini Tuhan yang bernama Allah tidak pernah dapat di jumpai, walau dengan alat bantu secanggih apapun. Dengan kelemahan ini, pantaskah jika Allah yang akan memperkenalkan diri kepada kita? Mungkin sebab itulah Allah menurunkan wahyuh, sekarang telah disusun menjadi kitab, sebagai penjelasan agar Allah dapat dikenali.

Untuk mendapatkan penjelasan gamblang dalam kitab, ternyata butuh seorang ahli, seperti Muhammad yang di utus Allah untuk menjelaskan seluruh kalimat itu sebelumnya. Dalam peradaban hari ini tentu bingung untuk menentukan seorang ahli, karena begitu banyak ahli kitab yang bermunculan tapi tak satupun mereka dapat mendekatkan isi kitab itu kepada logika.

Jelasnya, ahli yang dibutuhkan disini bukan ahli kitab, tapi ahli waris, karena pewaris sudah pasti menguasai kitab, kalau ahli kitab belum tentu mewarisi apa yang ditugaskan Allah kepada Muhammad, baik penjelasan di dalam kitab maupun perjuangan mengantarkan agama Allah kembali kepada esensinya.

Muhammad seorang pilihan, maka pewarisnya juga seorang pilihan, dengan begitu terujilah iman setiap manusia yang meyakini agama, terlogikakanlah agama berdasarkan iman setiap penganutnya, sebab kehadiran sipenerus. Kehadiran orang ini akan melunturkan sekaligus menyempurnakan keimanan, begitu lah kehadiran Muhammad, beliau datang di tengah umat yang sudah menganut agama Tuhan yang dibawa oleh Isa, Musa, atau yang lebih dulu hadir sebelum mereka.

Wajarlah jika kedatangan Muhammad ketika itu sulit di terima untuk diakui, karena kedatangan beliau berjarak  jauh setelah wafatnya Isa, begitu pun Isa didatangkan Allah dengan jarak jauh setelah wafatnya Musa. Itu membuktikan bahwa setiap agama Allah yang di bawa oleh utusanNya akan mengalami pergeseran sejauh ditingglkan sipembawa (utusan Allah), kemudian pergeseran mengarah pada pengembalian kepada dasar semula. Proses ini dengan ketentuan Allah  mendatangkan seorang manusia untuk melakukan pekerjaan ini sebagai penerus atau pengganti orang sebelumnya.

Otomatis orang ini akan mengalami kesulitan yang sama dengan orang sebelumnya, karena kedatangannya tepat di tengah umat yang sudah meyakini agama, dan sudah terlanjur mengidolakan serta mengkultuskan orang terdahulu sebelumnya, dipercayai atau diyakini sebagai pembawa agama walau sebenarnya mereka tidak pernah bertemu dengan sosok orang dimaksud.

Sejauh ini jika setiap personal kita dapat menginsafi kelemahan yang menyebabkan terhijabnya pikiran, maka akan dapat melihat, betapa entengnya mengatakan percaya pada orang yang membawa agama Tuhan (utusan), seperti Isa atau Muhammad, padahal kita tidak hidup dan tidak pernah berjumpa dengan mereka. Jika kita hidup sezaman dengan salah satu dari mereka (utusan) mungkin kita salah seorang penentang, bisa jadi kita salah seorang yang ikut memerangi Muhammad, ikut menyalibkan Isa.

Itulah bentuk penolakan yang dibuatkan manusia saat kehadiran  mereka, sebab kebudayaan yang berlaku mengharuskan percaya pada utusan terdahulu, yang sudah tidak kelihatan wujudnya, alias sudah lama wafat. Keyakinan atau kepercayaan kultural ini menyebabkan manusia takut, dan cemburu jika idolanya diduakan, bahkan menanggapi dengan pikiran terhijab kalau kehadiran si utusan akan melecehkan agama mereka, sambil mengatakan “tidak ada lagi manusia sama seperti utusan Tuhan terdahulu.”

Sangat berarti pesan orang pintar yang menyarankan kepada kita agar mau belajar dari sejarah. Di dalam Al Qur’an tertulis sejarah, bahwa setiap kali datang utusan Allah selalu menjunjung tinggi utusan sebelumnya.Jika kita membuka sedikit saja tabir dalam pikiran maka akan mendapat bukti. Dijelaskan dalam Al Qur’an bahwa Muhammad sangat menjunjung tinggi Isa atas tugas beliau, begitu pun Isa menjunjung tinggi Musa, seterusnya sampai kepada Nuh menjunjung tinggi Adam.

Tidak hanya Al Qur’an menjelaskan sejarah ini, tapi juga Injil atau Kitab Suci lainnya. Jadi jelas tidak pernah ada pelecehan agama, tak ada penghinaan terhadap utusan Allah yang terdahulu, justru sangat tampak dalam proses ini ialah penyelamatan agama, proses penghormatan, penghargaan yang tinggi dan besar kepada utusan Allah terdahulu.

Ini lah evolusi, tidak dapat dibendung, kalau ada yang mencoba membendung sama artinya melawan kehendak Tuhan. Orang seperti ini akan digilas, sebab saat kereta globalisasi dilepas, seiring dengan itu proses evolusi akan semakin cepat, ibarat sebuah roda semakin kencang berputar, maka berubahlah evolusi itu menjadi wujud revolusi dikarenakan kecepatannya terus bertambah dan semakin bertambah. Sempurnahlah kalimat untuk menyebut gerakan ini menjadi “Revolusi Islam.” Manusia yang dipilih Allah mengemban tugas itu menjadi figur yang pantas disebut “revolusioner”. 

Salam, 
Dablo Dover, Medan SUMUT, INDONESIA
'konvigurasi yang sulit diterima,
dianggap tidak pantas hadir dalam peradaban hari ini'