بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمٰنِ
الرَّحِيمِ
AL- QUR’AN : ORANG TUA DAN
ANAK
Semua manusia yang terlahir ke alam
dunia ini pasti mempunyai perantara, dia tidak mungkin lahir atau muncul secara
tiba-tiba ke alam dunia ini, kecuali Nabi Adam as. Kedua orang tua (ayah dan
ibu) adalah perantara seorang anak untuk hadir ke dunia ini. Untuk terjadinya
seorang anak dalam kandungan seorang ibu diperlukan beberapa faktor, di
antaranya seorang ibu harus mempunyai benih telur yang sehat dalam rahimnya.
Kemudian tidak hanya itu, telur yang ada di rahim ibu itu juga harus dibuahi
sperma dari seorang lelaki (ayah), kecuali Nabi Isa as. Secara umum semua
manusia yang terlahir ke alam dunia ini dikarenakan terjadinya percampuran
antara sel telur seorang ibu dan sperma dari seorang ayah. Setelah sperma
membuahi sel telur maka terjadilah ‘alaqah (darah yang menempel dalam rahim)
lalu berkembang menjadi segumpal daging, kemudian segumpal daging itu berubah
menjadi tulang belulang setelah itu tulang belulang itupun dibungkus kembali
dengan daging, kemudian jadilah la embrio seorang manusia yang siap terlahir ke
dunia ketika sudah sampai pada masa yang ditentukan.
Kemudian air mani
itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (Q.S.
al¬Mukminuun [23]: 14)
Demikianlah proses penciptaan jasad
manusia melalui Firman Allah dalam KitabNya, namun manusia tidak hanya tercipta
dari unsur jasad (ragawi) yang berasal dari sari pati tanah vang menjadi sperma
dan sel telur akan tetapi manusia mempunyai satu unsur lagi yaitu unsur rohani
yang berasal dari Ruh Tuhan itu sendiri.
Kemudian Dia
menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan
bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur.
(Q.S. as-Sajdah [32]: 9)
Sempurnalah la menjadi seorang
manusia ketika ia mempunyai unsur jasad yang ia warisi dari orang tua
genetiknya dan unsur ruh yang ditiupkan oleh Tuhan itu sendiri. Karena manusia
makhluk Allah yang tercipta dari unsur jasad yang bersifat fisik dan nyata dan
unsur ruh yang bersifat metafisik atau ghaib maka yang dikatakan sebagai orang
tuanya pun tidak terbatas pada orang tua genetiknya saja. Akan tetapi di
samping orang tua yang membentuk jasadnya dia juga mempunyai orang tua yang
membentuk jiwanya (ideologinya), orang tua seperti ini penulis sebut dengan
orang tua jiwa (ayah jiwa @ bapak jiwa) atau guru spiritual yang mengajarkan
kepadanya tentang Tuhan (kebenaran sejati).
Dalam Tafsir Fathul Bayan juga
disebutkan seorang Nabi adalah ayah (orang tua) bagi umatnya. Nabi juga
bersabda dalam kumpulan hadis al-Jaml’us Soghir Pasal Alif halaman 103,
artinya:
Sesungguhnya aku bagi kamu
menempati kedudukan sebagai bapak.
Berdasarkan Hadis tersebut jelaslah
bagi kita bahwa Nabi dikatakan sebagai orang tua bagi umatnya karena Nabi
adalah guru spiritual yang mengajarkan dan mengenalkan Tuhan kepada umatnya.
Bahkan dalam ajaran Islam; orang, genetik (jasad) dengan anak genetiknya tidak
dapat saling memberi syafaat bila salah satu di antara keduanya ada yang kafir.
Sebagai contoh Nabi Nuh as dia mempunyai anak genetik yang bernama Kan’an,
tetapi Kan’an bukan termasuk orang yang beriman kepada Nuh sebagai Rosul Allah,
maka betapa sayangnyapun Nuh kepada Kan’an karena Kan’an anak biologisnya tetapi
menurut pandangan Allah, Kan’an bukanlah termasuk anak Nabi Nuh as, karena
anak-anak Nuh yang sesungguhnya adalah orang-orang yang mau beriman dan
mengikuti ajaran Nuh meskipun bukan dari keturunan biologis Nabi Nuh as.
Dan Nuh berseru
kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk
keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. dan Engkau adalah
hakim yang seadil-adilnya.” Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia
bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya
(perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik, sebab itu janganlah kamu memohon
kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku
memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak
berpengetahuan.
(Q.S. Hud [11]:45-46)
Kemudian mari kita lihat kembali
kisah Nabi Ibrahim dalam al-Qur’an. Ibrahim adalah anak seorang pembuat dan
penyembah berhala, yang bernama Azar. Meskipun Ibrahim secara biologis
(genetik) anak dari pembuat dan penyembah berhala akan tetapi Ibrahim tidak
mewarisi ideologi (ajaran) bapaknya yang menyembah berhala akan tetapi justru
Ibrahim bertolak belakang dengan bapaknya, dia malah menjadi hamba dan Rosul
Allah.
Ceritakanlah (hai
Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia
adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata
kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak
mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai
bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang
tidak datang kepadamu, Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu
jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya
syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya
aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha Pemurah, maka
kamu menjadi kawan bagi syaitan”. Berkata bapaknya: “Bencikah kamu kepada
tuhan-tuhanku, Hai Ibrahim? jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan
kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama”. Berkata Ibrahim: “Semoga
keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada
Tuhanku. Sesungguhnya dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri
darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada
Tuhanku, Mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku”.
Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka
sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya’qub. dan
masing-masingnya Kami angkat menjadi Nabi. (Q.S. Maryam
[19]:41-49)
Berdasarkan Firman Allah yang
penulis sampaikan di atas, jelaslah bagi kita orang tua yang sesungguhnya
adalah yang mengajari dan membimbing kita ke jalan Tuhan; demikian itulah orang
tua jiwa (ayah jiwa @ bapak jiwa), dan anak yang sesungguhnya adalah anak yang
patuh dan mau mengikuti semua perintah orang tua jiwanya; demikian itulah sebagai
anak jiwa. Boleh saja menepati dari orang tua dan anak jasad (genetic) itu
sebagai orang tua jiwa dan anak jiwa sekiranya kedua mereka berada diatas
landasan agama yang disisi ALLAH.
Namun meskipun orang tua jasad
(genetik) ada yang tidak mengenal Allah sehingga ia pun tidak bisa membimbing
anaknya ke jalan Allah dan mungkin malah memerintahkan anaknya untuk
mempersekutukan Allah, sikap seorang Muslim menurut al-Qur’an harus tetap sopan
kepadanya tetapi tidak perlu mematuhinya.
Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya
kepada-Ku-lah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Ku-lah
kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S. Luqman
[31]:14-15)
Nota : Tulisan diatas adalah dipetik dari www.pemimpin-islam.blogspot.com Terima kasih kepada Ikhwan Eko Hariyanto.
Wassalam
Tiada ulasan:
Ulasan baru tidak dibenarkan.